Felix Edon: Jangan Biarkan Budaya Manggarai Tenggelam dalam Arus Zaman

Sejak muda ia telah jatuh cinta dengan dunia seni musik, menjadi pencipta lagu daerah yang peduli dengan kelestarian budaya Manggarai. Talenta itu “mengalir” dari sang ayah, Martinus Beo asal Cibal - Kampung Weli, Beamese yang juga setia melestarikan kebudayaan Manggarai yang kaya akan falsafah hidup. Di kalangan umat Paroki Katedral, sejak lama, nama Felix Edon dikenal sebagai organis yang setia dan rutin mengiringi liturgi Misa. Kini ia anggota Dewan Penasihat DPP Katedral.

Felix Edon, musisi dan pencipta lagu Daerah Manggarai yang terus berkiprah melestarikan budaya Manggarai. Ia pernah menjadi Ketua Rumpun Pastoral Pengudusan di Paroki Katedral Ruteng. (Foto : DOK PRIBADI)

KATEDRALRUTENG.ORGTahun 1979, pria kelahiran Manggarai, 31 Desember 1959 ini menamatkan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Tubi di Ruteng. Di sekolah ini dia ditempa untuk menjadi guru yang ulet dan siap mengabdi di pedalaman (kampung) dan harus menjadi “guru serba bisa” dari mengajar olah raga, budaya hingga kesenian kepada anak didik. Saat masih bersekolah di SPG, di jamannya, setiap tahun ia dan teman-temannya rutin mementaskan budaya dari daerah masing-masing untuk merayakan hari jadi sekolah.

 

Ayahnya, tamatan Sekolah Guru-B yang berprofesi guru di Elar, dulunya dikenal sebagai seorang budayawan, pemain caci, Tongka (“jembatan” atau juru bicara/ pembicara adat, Red) dan sebagainya yang memahami sungguh adat- budaya Manggarai. Sebagai pekerja budaya di era 80-an, ketika arus modernisasi mulai masuk merambah ke kehidupan warga Manggarai, Felix mengambil jalur berkesenian melalui seni musik, khususnya menciptakan lagu-lagu Daerah Manggarai yang mulai ditekuninya sejak tahun 1986.

Foto musik kolintang buatan Felix Edon yang dipakai menghibur acara kunjungan Bupati Frans Dula Burhan dan rombongan saat berkunjung ke Kecamatan Elar, masa Camat Frans G. Nahas pada tahun 1982. Alat musik inilah yang kemudian merubah jalan hidupnya, pindah ke Kota Ruteng dan mengembangkan talenta seni musiknya. (Foto : DOK. PRIBADI)


“Saya menciptakan lagu-lagu daerah, membuat alat musik suling dan kolintang, juga membuat gitar di Elar. Waktu itu saya sudah menjadi guru di SDK Reho Linur. Gitar, saya coba kolaborasi dengan suling, juk (gitar kecil tradisional 4 tali senar, Red). Semua saya kerjakan sendiri. Saya juga membentuk grup band di kampung ini dan kami sering tampil, dipanggil mengisi acara pesta nikah, pesta sekolah dan acara syukuran lainnya di berbagai tempat saat itu,” kenang Felix.

 

Ditemui KATEDRALRUTENG.ORG, awal pekan ke-3 Bulan Januari 2024 di rumah tinggalnya di Jalan Ulumbu - Wae Palo, pria yang kini menjabat sebagai Ketua Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu dan Pemusik (PAPPRI) Manggarai ini menuturkan, tahun 80-an merupakan awal dia mulai berkreasi dengan penuh gairah, termasuk tampil di Misa-misa di Elar membawakan koor dengan iringan kolaborasi musik buatannya, seperti gitar, kolintang dan suling.

Gitar listrik karya tangan Felix Edon pada tahun 1985 yang mulai digunakan untuk mengisi berbagai acara yang digelar oleh banyak orang di Manggarai Raya. Ia memiliki jiwa seni yang diturunkan dari Sang Ayah yang dikenal sebagai "orang budaya" atau Adak yang tahu berbagai ritus dan kearifan budaya Manggarai. (Foto : DOK. PRIBADI)


Bakat Seni Menghantarnya Hijrah ke Ruteng

Pada tahun 1982 Bupati Manggarai saat itu, Frans Dula Burhan berkunjung ke Elar mengadakan kegiatan bertajuk Proklamasi Elar Bebas Isolasi. Saat itulah untuk pertama kalinya, Elar terbuka dari isolasi dengan mulai dibangun jalan raya yang bisa dilewati kendaraan. Felix teringat, jauh sebelum itu, di tahun 1973 saat masih bersekolah di SMP Dharma Bakti, ia dan para sahabtanya harus menempuh 2 hari berjalan kaki dari Elar menuju Ruteng. Mengejar cita-cita dengan perjuangan yang tidak mudah di tengah terbatasnya sarana prasarana jalan yang masih tertinggal.

 

Di hadapan rombongan Bupati Burhan yang tiba di lokasi acara, Felix ikut tampil membawakan permainan musik tradisional (kolintang) buatannya. Bupati Burhan pun terpesona dengan kepandaian mereka mementaskan musik kolintang. Bupati Burhan lalu meminta dia membuatkan satu kolintang baru untuk di bawa ke Ruteng. Bulan November 1982, kolintang baru buatan Felix “mendarat” di rumah jabatan Bupati Manggarai di Ruteng. Di hadaapan para camat dan pegawai dia memperkenalkan musik kolintang yang terbuat dari kayu berjenis khusus.

Crew Musik Tradisional besutan Felix Edon berfoto di Rumah Sanggar Seni Wela Rana. Sebagai seorang pekerja budaya yang terus berusaha melestarikan budaya Manggarai, Felix banyak melakukan pendampingan kepada kaum remaja dan muda-mudi yang datang dari berbagai tempat untuk belajar tentang kesenian daerah Manggarai. (Foto : DOK. PRIBADI)


Tak hanya memperkenalkan musik kolintang, Felix pun diminta oleh Bupati Burhan untuk tetap bertahan di Ruteng beberapa waktu agar mengajari atau melatih para pegawai di Kantor Daerah memainkan kolintang. Di kemudia hari, irama musik kolintang itu pun direkam di studio Radio (RPD) Manggarai yang memainkan lagu Gunung Ranaka dan Operasi Nusa Makmur yang sering diputar untuk diperdengarkan pada masyarakat luas.

 

Sejak itu, Felix diminta untuk pindah ke Kota Ruteng agar karya-karyanya lebih bisa berkembang dengan baik dan dikenal lebih banyak orang. Bulan Juli 1984, Felix resmi hijrah ke Ruteng dan ditugaskan sebagai guru di SDK Santa Theresia Ruteng V. Di sekolah ini, ia terus mengembangkan musik kolintang dan melatih anak-anak muridnya hingga mahir, sehingga sering mementaskan dan mengikuti lomba suling.

Felix Edon saat tampil di Gereja Katedral Ruteng sebagai organis yang mengiringi kemeriahan liturgi Misa. Sejak tinggal di Kota Ruteng, ia rutin dan aktif menjadi organis dan pelatih koor di Paroki Katedral. Sampai saat ini, ia selalu membagi waktu hidupnya untuk ikut memajukan musik liturgi di Gereja dan membantu pelayanan organis saat Misa. (Foto : DOK. PRIBADI)


“Sejak mengajar di SDK Ruteng V, saya juga mulai rutin menjadi dirigen dan organis di Gereja Santu Yosef. Saya juga melatih anak-anak untuk tampil di acara Hardiknas di Lapangan Motang Rua, termasuk berbagai pertunjukan seperti dalam mengisi kegiatan pentas 17 Agustus juga,” cerita Felix.

 

Tahun 2000-2004 Felix diangkat menjadi Kepala Sekolah SDK Ruteng V. Sebagai sekolah inti, ia banyak mengkoordinasi berbagai acara dan perlombaan di Ruteng. Ia pun sering diminta menjadi juri beraneka perlombaan, seperti pop singer dan festival-festival yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Pada tahun 2004-2006 ia menjadi Kepala Sekolah SDK Kumba II. Pada masa itu, di tahun 2006, ia berhasil menciptakan kolaborasi antara SDK Kumba II, SDK Ruteng V dan SDK Ruteng VI mewakili Kabupaten Manggarai mengikuti Festival Musik Tradisional di Kupang dan berhasil meraih Juara 3.

Felix Edon saat tampil dalam acara Rapim Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu dan Pemusik tahun 2023 di Kupang, ibu kora Provinsi NTT. Ia aktif memajukan budaya, musik dan lagu-lagu Daerah Manggarai. Sejak 9 Maret 2021 ia menjabat sebagai Ketua PAPPRI Kabupaten Manggarai. (Foto : DOK. PRIBADI)


Di masa Bupati Christian Rotok, tahun 2006, suami dari Beatriks Yosefina Djuita ini diminta untuk mengabdi di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Manggarai sebagai Kepala Seksi Bidang Kesenian. Ia menggagas Festival Musik Tradisional se-Manggarai Raya di Ruteng. Pergelaran musik tradisional dalam berbagai event tahunan di Lapangan Motang Rua terus ia hidupkan. Kemudian, saat terjadi perubahan nomenklatur pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Felix menjadi Kepala Bidang Kesenian, Tradisi dan Perfileman dari tahun 2008 sampai ia pensiun 1 Januari 2018.

 

Pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata inilah, dia lebih leluasa berkarya dalam usaha ikut memajukan budaya Manggarai. Pergelaran caci di Lapangan Motang Rua menarik atensi ribuan orang, pesertanya utusan dari setiap kecamatan pada tanggal 18 dan 19 Agustus dalam memeriahkan HUT Kemerdekaan RI. Dia pun senang bisa ikut menyukseskan acara bersejarah, yakni Congko Lokap (acara syukuran kepada Tuhan dan leluhur, Red) Kantor Bupati Manggarai (2009). Ia dipercayakan menjadi koordinator Pertunjukan dan Kesenian. Kecintaan pada kelestarian budaya Mangarai mendorongnya untuk mewujudkan pentas seni-budaya Manggarai seperti pergelaran caci, Seribu Doku, Festival Lagu-lagu Daerah yang mengisi kemeriahan HUT Kemerdekaan dan Hardiknas di Lapangan Motang Rua, Ruteng.

 

“Dengan event itu, sebenarnya mau dibangun multi sasaran, baik nilai budaya maupun keterampilan. Seni pertunjukan itu sendiri dilestarikan. Di awali dengan workshop supaya senada, tidak ada perbedaan jauh antar peserta yang satu dengan lainnya. Kalau soal kejuaraan itu, menjadi penilaian dewan juri. Tapi, nilai-nilai berkesenian dan berbudaya itulah yang ingin ditanamkan pada generasi muda kita,” kata Felix.

Sanggar Wela Rana bimbingan Felix Edon saat tampil dalam acara pentas seni di Festival Golo Curu "Maria Ratu Rosari" tahun 2023 di pelataran Gereja Katedral Ruteng. Dari Sanggar budaya ini telah lahir banyak remaja penari dan penyanyi yang diharapkan terus bisa mewarisi keindahan budaya Manggarai di tengah kemajuan zaman. (Foto : DOK. PRIBADI)


Mendirikan Sanggar Budaya Wela Rana

Dari kepiawaiannya dalam berinovasi melestarikan budaya Manggarai, tahun 2006 ia membentuk Sanggar Wela Rana sebagai kelanjutan grup budaya Wela Rana yang pernah dibentuknya tahun 1989. Wela Rana dalam bahasa Manggarai, memiliki arti Wela (bunga) dan Rana (pertama, perdana atau utama) yang diterjemahkan sebagai bunga pertama. Nama ini dipilih oleh Felix, dengan harapan, sanggar ini akan menjadi tempat persemaian atau tempat orang dilatih untuk membuahkan karya (bunga) dan mendapatkan berbagai nilai budaya yang akan dikembangkan terus (Wela) di mana saja mereka berada.

 

“Dulu nama band di sini, Wela Rana dan ada banyak penyanyi yang ada di Manggarai Raya pernah bersama saling berkolaborasi. Di dalam sanggar ada musik, tari, ada juga tradisi yang dipelajari. Kami lebih fokus pada kesenian. Mereka yang pernah ada di sanggar ini diharapkan akan terus berbunga lagi di mana saja mereka berada nantinya,” tutur Felix.

Felix Edon dan Sanggar Wela Rana ketika tampil di acara Pentas Musik Tradisional pada Acara Seren Taun di Kuningan Jawa Barat tahun 2022. Dia berhasil membawa sanggar ini berkiprah tidak hanya di level lokal dan regional, namun juga dikenal di kancah nasional. (Foto : DOK. PRIBADI)


Sanggar Wela Rana sering mengikuti berbagai perlombaan dan event baik berskala lokal, regional maupun nasional. Berbagai juara telah diraih. Tahun 2020, Sanggar Wela Rana bergabung ke Yayasan Gentra Lestari Budaya di Jakarta dan mengikuti sejumlah kompetisi, seperti Festival Musik Tradisi Nusantara  - Virtual. Tahun 2021 sanggar ini berhasil meraih Juara 1 Lomba Musik Tradisional menyisihkan 61 peserta lainnya yang berasal dari berbagai daerah se-nusantara.Tahun 2022 dan 2023 mengikuti Kompetisi Tari Kreasi mendapat juara Harapan 2 (Juara 5) mengalahkan lebih dari 80 peserta (sanggar) se-Indonesia.

 

“Seharusnya bulan Oktober 2023 lalu, kami sudah diberangkatkan ke Panama, sebagai juara 5 besar. Hanya karena ada satu dan lain hal, keberangkatan seluruh rombongan, termasuk Sanggar Wela Rana ke Panama baru bisa terealisai tahun 2024 ini. Kami akan tampil menbawakan kesenian dan tarian Manggarai di Panama,” kata Felix.

Bersama keluarga besar Komunitas Panti Santu Damian Cancar, dalam acara Natal Bersama tahun 2023 bersama Uskup Ruteng, Mgr. Siprianus Hormat. (Foto : DOK. PRIBADI)

 

Berbagai piagam penghargaan dan sertifikat bidang Seni Budaya telah diraihnya. Ia pun sering didaulat menjadi pemateri dalam berbagai acara Workshop Budaya, nara sumber berbagai seminar  Musik Tradisional dan Juri sejumlah Festival Kebudayaan.

”Kita berada di era globalisasi. Jangan biarkan budaya Manggarai tenggelam dalam arus zaman. Kami di sanggar ini ada 4 bidang kegiatan, adat dan tradisi, musik, tari dan bidang teater dan film. Musik dan tari yang berjalan baik, yang lainnya kami coba dengan pengembangan virtual, untuk edukasi masyarakat. Sanggar ini menjadi salah satu pilar penjaga budaya. Kami sangat senang menerima remaja dan kaum muda untuk belajar budaya di sini,” ucap Felix. (Jimmy Carvallo)

Berikan Komentar
Silakan tulis komentar dalam formulir berikut ini (Gunakan bahasa yang santun). Komentar akan ditampilkan setelah disetujui oleh Admin
LINK TERKAIT